Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari Maret, 2012

Kita yang Mencintainya

di antara gerimis malam ini akhirnya kau memutuskan untuk meninggalkannya, setelah tujuh tahun bersama. ada apa? apa kau tak lagi mencintainya? aku tahu, ada beberapa hal yang terjadi di antara kalian belakangan ini tersebab kehadiran seseorang yang 'lain'. tapi, apa harus begini akhir kisah kalian?   aku sebagai seseorang yang juga mencintainya, sebenarnya jauh lebih tidak paham tentang akar masalah ini. aku hanya orang baru, sementara kalian sudah terlalu lama bersama. dan aku yakin sebesar apapun aku mencintainya, rasamu padanya pasti jauh lebih besar dan lebih dalam. namun keputusanmu ini, masih terlampau jauh dari akalku.  tentang rasa itu pun, aku tidak bisa pungkiri. selama empat tahun terakhir, setiap hari kudapati diriku semakin mencintainya. maka akan menjadi lebih sulit dibayangkan, seberapa dalam rasa yang kau miliki terhadapnya? di waktu yang dulu kau pernah berkata, 'orang yang cinta akan menjaga'. aku pun bertanya-tanya, beginikah bentuk penjagaa

Mereka yang Menolak

Jelang 1 April, semakin banyak manusia yang bermonolog di jalan-jalan kota. Berpeluh keringat dan asap timbal menempel di kulit, mereka menyuarakan tuntutan. Walau mereka tak sepenuhnya yakin, tapi mereka hanya ingin didengar. Oleh orang lalu-lalang yang sibuk mengomel dari atas kendaraan mereka. Oleh media yang diharapkan menyajikan realita bahwa mereka akan semakin menderita. Oleh jutaan penduduk negeri ini yang berusaha mereka wakili aspirasinya lewat aksi demonstrasi. Terkhusus oleh Tuan Bangsa yang tengah menutup mata telinga akan fakta tentang rakyat yang semakin sengsara tiap harinya. Kepada kalian, tolong dengar suara mereka! (foto: CLk7)

Puisi untuk Azalea

Azalea, jika aku datang padamu hanya sebagai bait-bait kata dalam surat yang gelisah dan membosankan, yang membuatmu terpaksa harus mengenang lagi masa lalu cinta kita yang indah, dan kepergianku yang menyisakan lubang nyeri di hatimu, maafkan aku- sebab sejauh itulah keberanianku. Tak perlu kau mengubah apapun lagi tentang perasaanmu. Biarlah semuanya berjalan, tanpa rekayasa. Di depan, kita akan dialirkan oleh serangkaian peristiwa kebetulan. Maafkan aku yang telah menyalakan kembali cahaya lampau, hingga laron-laron menyebalkan datang mengusik ketenanganmu. Aku hanya ingin bercerita, Azalea, seperti biasa. Melunasi hutangku pada waktu, mengubah senja menjadi lebih lapang. Azalea, jika aku datang padamu sebagai angin, menceritakan perjalanan panjang mengarungi musim, aku hanyalah angin yang datang dan akan kembali pergi. Seperti gerimis yang sebentar, menyapamu dari jendela kaca, bercerita tentang labirin kenangan, lalu aku akan kembali menghapus jejak pulang, menyamarka

Seribu Malam untuk Muhammad

“Apakah yang lebih besar daripada iman?”  kata sosok Muhammad dalam mimpiku. Ia tersenyum menatapku, tetapi entah bagaimana aku tahu sesungguhnya ia sedang agak bersedih. “Aku tak tahu,” kataku. Tenggorokanku terasa sangat kering. Terik matahari menyengat—aku berada di sebuah tempat yang kering dan tandus. Bukan padang pasir, tapi sebuah tempat yang belum pernah kulihat dan kuketahui sebelumnya. Tiba-tiba, aku ingin melihat sosok itu… dan ia tersenyum tulus ke arahku. Aku melihat seorang lelaki dengan wajah yang agung dan bercahaya. Ini semacam cahaya aneh yang justru tak membuatku merasa silau—tapi teduh. Kulitnya bersih, badannya tidak kurus juga tidak gemuk, wajahnya tampan, bola matanya hitam jernih, bulu matanya lentik, alis matanya panjang bertautan. Sekali lagi ia tersenyum. Senyum yang sanggup membuatku melupakan rasa haus dan panas yang membakar kulitku.  “Apakah yang lebih utama dan lebih penting daripada iman?”  katanya seperti mengulang pertanyaan pertam

Dari Mata

kita sama tahu semua kisah ini bisa ada karena pada hari yang lalu, kita pernah dengan sengaja mempertemukan masing mata kita #mulai sekarang, jangan tatap saya seperti itu lagi