Pada suatu siang, ketika tak ada sesiapa di rumah kecuali aku dan Papa. Tiba-tiba beliau memanggilku yang tengah asyik membaca di dalam kamar. Kemudian aku menarik kursi ke hadapan beliau, menunggu kata-kata keluar dari mulutnya.
"Papa punya empat anak. Alhamdulillah, tiga orang sudah punya gawai masing-masing. Tinggal satu orang lagi, kamu."
Mata tuanya menatapku lekat. Berhenti sesaat, menyesap rokoknya, lalu melanjutkan.
"Selama hidup, Papa dan sepuluh jari ini tidak pernah menyusahkan hidup orang lain. Makanya Papa yakin, sangat yakin, bahwa Allah tidak akan bohong. Kalau kita berbuat baik, pasti berbalas baik. Itu yang kakek-nenekmu ajarkan dulu."
Aku sudah menduga akan kemana arah pembicaraan ini. Belakangan, Papa memang sering mengkhawatirkan masa depan anak ketiganya, aku.
Ayah itu selalu punya nasihat yang terkadang kesannya remeh tapi ternyata di lain hari ada benarnya
BalasHapus