Langsung ke konten utama

Taujih

bertanya mungkin pada maryam..
yang tegar hadapi fitnah..
“lahirkan seorang anak yang tak berbapak??”
Keyakinan macam apa yang baluti hatinya????

bertanya mungkin pada asiyah..
yang harus hadapi penguasa terkejam yang punya kuasa atas raganya..
ketika ibadah mungkin terasa perih tanpa ada imam yang mampu menjadi pengayom??
ketabahan macam apa yang menjadi penguatnya????

bertanya mungkin pada Hajar..
yang padang pasir tandus menemaninya bersama pula putra yang baru saja dilahirkan..
Ketika pertanyaan “apakah ini kehendak Allah” berbalas “Ya” dari suami tercinta, nyatanya tak ada pertanyaan lanjutkan yang dihaturkan..
pun ketika sang putra hendak disembelih dan pertanyaan berbalas jawaban yang sama, tak jua penolakan disampaikan..
Kelapangan hati macam apa yang dimilikinya???

bertanya mungkin pada Sumayyah..
Saat suami dan putranya dibantai didepan mata..
adakah langkah mundur kebelakang, tepiskan syahid untuk mencari keselamatan?
Ternyata Allah dan Rasulnya lebih dicintai hingga syahid menjadi pilihannya..
Kekuatan macam apa yang buat ia tetap pertahankan tekadnya???

Sekali lagi aku bertanya..

Hati macam apakah yang mereka miliki?

Apakah karang?

Apakah batu?

atau bahkan

Apakah tak punya hati?

Hingga seolah tak mampu lagi rasai perih
Hingga seolah tak mampu lagi rasai sakit
Hingga seolah tak mampu lagi rasai gundah

Kurasa bukan..
Perih itu pasti ada
Sakit itu tentu terasa
Gundah itu juga menyapa

Tapi..
Kehendak Allah lah yang kurasa menjadi utama dan pertama bagi mereka..
Hingga ‘perasaan’ mungkin hanya akan menempati barisan kedua atau seterusnya..


(Tidak.. tidak hanya karena dorongan perasaan kita ‘bergerak’.. Tidak pula hanya karena dorongan logika ‘.. Kita ‘bergerak’, ketika itulah yang Allah inginkan dari kita.. Ketika ‘bergerak’ itu menjadi jalan Ridha dari-Nya.. Haruskah menunggu hingga perasaan nyaman atau logika menerima untuk bergerak padahal ketetapan itu telah jelas dari-Nya?)


----
dari Taujih Engineer 10 di FB-ku

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ornamen Matahari

Salah satu contoh Ornamen Matahari di Lapangan Merdeka, Ambon (photo by clk7) Bagi yang pernah berkunjung atau tinggal di Maluku, pasti akrab dengan gambar dan corak seperti gambar di atas. Ya, ornamen tersebut mulai banyak digunakan pada beberapa bangunan maupun produk lokal Maluku, dengan beragam corak dan bentuk. Namun masih banyak orang, bahkan orang Maluku sendiri, yang belum mengetahui makna dan nilai filosofis yang terkandung di balik ornamen tersebut. Ornamen Matahari, dilambangkan sebagai simbol matahari yang di dalamnya memiliki makna simbolis keyakinan, pola pikir, norma, adat istiadat, dan tata nilai masyarakat Maluku, khususnya suku Alifuru di Pulau Seram.  Di masa lalu, ornamen matahari digunakan untuk tanda dekorasi pada tubuh pada saat upacara kakehan (ritual pemanggilan arwah), sesuai dengan latar belakang, kebudayaan, adat-istiadat dan tata kehidupan alam lingkungan, masyarakat Patasiwa Alifuru. Salah satu bukti bahwa ornamen ini sudah dikenal cukup lama, da

Lantern Festival

kalian pernah nonton film 'Tangled'? pasti tahu kan adegan pas Rapunzel sama Flynn lagi diatas perahu di tengah danau, sementara orang-orang di istana lagi melepaskan ribuan lentera cantik ke atas langit dengan harapan si Putri Rapunzel kembali ke istana. hwaa, sumpah...that's the best scene EVER!! kereen banget >.< pertamanya, gw kira acara 'lepas lentera' kayak gitu cuma ada di kartun doang. ternyata eh ternyata, di dunia nyata ini emang beneran ada lho. bahkan dijadiin festival! *terpukau* ya, namanya Lantern Festival atau yang biasa disebut Festival Lentera. festival ini merupakan acara menerbangkan lentera ke atas langit dengan tujuan mengharapkan hal-hal baik yang akan terjadi dalam hidup. festival kayak gini digelar di berbagai negara, seperti Cina, Taiwan, Inggris, Thailand, bahkan Indonesia. cuma bentuk kegiatannya aja yang agak beda. kalau di Cina atau Taiwan, festival ini digelar pada hari ke-15 bulan pertama dalam kalender Tiongk

Gunung Bulusaraung

“Bukan PENIKMAT, tapi PECINTA alam, karena orang yang CINTA akan menjaga, karena orang  yang CINTA akan melestarikan.” (BS, 5 Juni 2011) Ini kali ketiga saya pergi mendaki. Setelah lembah Ramma dan Bawakaraeng, kali ini giliran Bulusaraung. Jika waktu ke Ramma saya hanya sampai puncak Tallung dan ketika ke Bawakaraeng perjalanan terhenti di pos 7, maka pada ekspedisi kali ini Puncak Bulusaraung benar-benar dapat saya taklukkan. Saya berhasil menjejakkan kaki 1353 meter jauh diatas permukaan laut. Dan yang membuat perjalanan ini menjadi tak terlupakan, karena hari itu bertepatan dengan ulang tahun saya yang ke-23.