Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari April, 2010

Debu Batas Palestina

Di mataku kulihat fakta, menyilat sejarah dari cinta dan amarah Pelupur dari setiap air mata tanah Anbiya Membedah kepedihan para pujangga Allah!! *Allah!!!* Penjaga batas tanah Syuhada, genggam ketapelmu hei Jundullah Kekuatan kita akan gentarkan nyali arogansi heksagram Hingga darah terakhir takkan terbungkam Mereka yang menikam, provokasi batas akidah dari manipulasi Jahanam Jenin, Grozky, Gaza hingga kecekung Kaspia Merekam teritorial dihadapan batu para pejuang Ketika mereka membangkang (Yahudi), dari hati Musa yang terbayar duka Tebusi batas kebohongan warisan Samir Hingga sadarku menembus batas stagnasi dunia Fitnah yang tertuduh, dari seribu penipu peluru Merangkai tanpa malu untuk rudal yang sentuh tubuh Syeikh Ahmad Yasinku Dan air mata keluarga Rantisi, bagi kepedihan seluruh umat Islam di dunia ini Di mataku kulihat kau (Zionis)? tersenyum sambil membunuh Saudara kecilku yang sisakan jasad beku 40 jam berlalu untuk 3297 juta nyawa syahid di Sabra Shatila

Sebelas April

06:01 waktu HP-ku HP-ku bunyi, sms masuk. Kubuka, dari kupukupubiru. 'Udah siap kak?' Aku lupa kalau ada janji dengannya. Pagi ini aku harus menemaninya survey ke perkampungan nelayan di daerah Barombong. Segera ku bersiap diri, dengan kostum kesayangan. Kuhidupkan mesin motor. 'Yah, sehari menjadi Rossi lagi', kataku dalam hati. 07:12 waktu HP-ku Menikmati pagi di atas motor, mencari lokasi survey. Maklum, sebenarnya kami tak terlalu tahu lokasi. Modal nekat, kami berangkat. Hehe.. 08: 30 waktu HP-ku Memotret lingkungan perkampungan nelayan, wawancara sedikit dengan beberapa warga, melihat anak-anak kampung yang sedang belajar mengaji. Lalu bersyukur dalam hati, karena hidupku masih lebih baik dari mereka. 09:05 waktu HP-ku HP-ku berdering, panggilan dari seorang teman. Terpaksa kami sedikit mengubah rute. Menuju Somba Opu, melewati jalan setapak sepanjang Sungai Jeneberang. Menyemangati kawan-kawan seperjuangan yang tengah sibuk mengurusi sebuah daura

Taujih

bertanya mungkin pada maryam.. yang tegar hadapi fitnah.. “lahirkan seorang anak yang tak berbapak??” Keyakinan macam apa yang baluti hatinya???? bertanya mungkin pada asiyah.. yang harus hadapi penguasa terkejam yang punya kuasa atas raganya.. ketika ibadah mungkin terasa perih tanpa ada imam yang mampu menjadi pengayom?? ketabahan macam apa yang menjadi penguatnya???? bertanya mungkin pada Hajar.. yang padang pasir tandus menemaninya bersama pula putra yang baru saja dilahirkan.. Ketika pertanyaan “apakah ini kehendak Allah” berbalas “Ya” dari suami tercinta, nyatanya tak ada pertanyaan lanjutkan yang dihaturkan.. pun ketika sang putra hendak disembelih dan pertanyaan berbalas jawaban yang sama, tak jua penolakan disampaikan.. Kelapangan hati macam apa yang dimilikinya??? bertanya mungkin pada Sumayyah.. Saat suami dan putranya dibantai didepan mata.. adakah langkah mundur kebelakang, tepiskan syahid untuk mencari keselamatan? Ternyata Allah dan Rasulnya lebih dic

Aku Menangis untuk Adikku Enam Kali

Aku dilahirkan di sebuah dusun pegunungan yang sangat terpencil. Hari demi hari, orang tuaku membajak tanah kering kuning, dan punggung mereka menghadap ke langit. Aku mempunyai seorang adik, tiga tahun lebih muda dariku. Suatu ketika, untuk membeli sebuah sapu tangan yang mana semua gadis di sekelilingku kelihatannya membawanya, Aku mencuri lima puluh sen dari laci ayahku. Ayah segera menyadarinya. Beliau membuat adikku dan aku berlutut di depan tembok, dengan sebuah tongkat bambu di tangannya. “Siapa yang mencuri uang itu?” Beliau bertanya. Aku terpaku, terlalu takut untuk berbicara. Ayah tidak mendengar siapa pun mengaku, jadi Beliau mengatakan, “Baiklah, kalau begitu, kalian berdua layak dipukul!” Dia mengangkat tongkat bambu itu tingi-tinggi. Tiba-tiba, adikku mencengkeram tangannya dan berkata, “Ayah, aku yang melakukannya!” Tongkat panjang itu menghantam punggung adikku bertubi-tubi. Ayah begitu marahnya sehingga ia terus menerus mencambukinya sampai beliau kehabisan na
5 maret 2010, 23:19 diluar sana sedang hujan,saat diijabahnya do'a. semoga Allah mematikanku dalam keadaan syahid,amiin. jadi,anggap saja ini kata-kata terakhirku untuk kalian.karena mungkin saat kalian baca,aku sudah tak ada.jadi,anggap saja begitu! --- rasa syukur mendalam hanya untuk Allah,karena telah mberikan hidayahNya hingga aku 'tersesat' ke jalan yg lurus.semoga kelak saat pertemuan,tak ada tabir antara aku denganNya. kepada Rasulullah,aku begitu ingin berjumpa denganmu.nanti,di telaga kautsar saat kau mengakuiku sebagai umatmu. mama-papa,aku sangat ingin menjadi anak yg shaleh bagi kalian. lingkaran cahayaku,aku cinta kalian karena Dia. --- suatu saat kalian akan mengerti,mengapa saya menulis ini.

Berdoa dalam Sepi

aku berdoa dalam sepi sedalam makna bulir-bulir doa lalu terucap lewat kata aku berdoa dalam senyap dalam indah bait-bait doa untuk mereka, saudara seiman dan di balik mihrab hati aku belajar menikmati doa untuk saudara-saudaraku agar terbuka hatinya menerima dakwah agar diberikan kekuatan iman agar dianugerahi keistiqamahan agar Allah menguatkan ikatan hati -terkhusus untuk anisya, luv u coz Allah-

Sang Murabbi

Merangkum hati yang terserak Menggenggam yang terlepas Meretas gagasan menjadi kenyataan Menapak jejak tak tergoyahkan Menatap dengan kesejukan Menegur dalam cinta Bersemangat namun syahdu Diiring doa sunyi Kami rindu Haus dahaga tak terperi Pada sosoknya Sang murabbi yang dicintai Masihkah ada?...