Langsung ke konten utama

Hari Bumi, Ngapain?

Aksi bersih gunung.

Itu yang pertama terlintas di pikiran saya ketika diajak untuk nanjak ke Puncak Kayu Satu  oleh kawan-kawan grup FACT alias Female Action Community. Sebenarnya agenda utamanya ya cuma nanjak, gak ngapa-ngapain, sekadar melepas galau (halaah...), karena rupanya pas tanggal 21 April itu, para kartini muda ini lagi mumet mikir nasib diri dan bangsanya. Hahaa...

Nah, saya pikir daripada balik dari Puncak kita gak bawa apa-apa selain kenangan, lebih baik kita bawa turun sampah yang ada di sana. Setidaknya sampah itu terlihat lebih nyata. Lagipula momennya juga pas dengan Hari Bumi. Walaupun saya yakin, kita semua gak butuh momen untuk bikin Bumi ini lebih bersih dan nyaman.

Selasa sore kami berangkat. Berbekal secukupnya, karena memang kami tidak berniat untuk menginap disana. Anggota berjumlah 7 orang dengan latar belakang yang  berbeda. Ada yang masih sibuk kuliah, sementara susun skripsi, sudah kerja, sok sibuk juga pengangguran. Tapi itulah, walau berbeda, kami tetap cinta Bumi *looh*


Puncak Kayu Satu terletak di sekitar kawasan Kampus IAIN Ambon. Lalu mengapa disebut Puncak Kayu Satu? Karena jika dilihat dari kejauhan, gunung ini memiliki satu pohon mati tepat di puncaknya. Jaraknya yang tidak terlalu jauh, hanya sekitar 40-60 menit, membuat tempat ini kerap dikunjungi oleh warga sekitar. Pada sore hari, kita bisa menyaksikan pemandangan kota Ambon sambil menunggu senja datang. Tapi sayang, tampaknya mereka tak cukup peduli pada kondisi lingkungan. Kebanyakan dari mereka pergi dengan meninggalkan luka yang mendalam bagi Bumi. Ya, apalagi kalau bukan sampah! :(



Selama hampir satu jam perjalanan, akhirnya kami berhasil mengumpulkan empat kantong sampah. Sebagian besar isinya adalah sampah plastik, berupa botol minuman dan bungkus makanan. Padahal seperti kita ketahui bersama, sampah plastik membutuhkan waktu yang lama untuk bisa diurai oleh tanah. 


Karena kita dan Bumi saling membutuhkan. Agaknya itu bisa menjadi pengingat bagi kita agar bisa menjaga Bumi ini. Dimulai dari hal-hal kecil dan sederhana, seperti membuang sampah pada tempatnya, kita bisa berperan serta untuk menyelamatkan planet ini.

Sebab kalau cinta, pasti menjaga. Iya kan?! ^_^

Komentar

  1. Sebab kalau cinta, pasti menjaga. Iya kan?! ^_^ >> like this
    sampai jumpa lagi di salahutu.. :)
    kapan ya mimipi ni mewujud kak???

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ornamen Matahari

Salah satu contoh Ornamen Matahari di Lapangan Merdeka, Ambon (photo by clk7) Bagi yang pernah berkunjung atau tinggal di Maluku, pasti akrab dengan gambar dan corak seperti gambar di atas. Ya, ornamen tersebut mulai banyak digunakan pada beberapa bangunan maupun produk lokal Maluku, dengan beragam corak dan bentuk. Namun masih banyak orang, bahkan orang Maluku sendiri, yang belum mengetahui makna dan nilai filosofis yang terkandung di balik ornamen tersebut. Ornamen Matahari, dilambangkan sebagai simbol matahari yang di dalamnya memiliki makna simbolis keyakinan, pola pikir, norma, adat istiadat, dan tata nilai masyarakat Maluku, khususnya suku Alifuru di Pulau Seram.  Di masa lalu, ornamen matahari digunakan untuk tanda dekorasi pada tubuh pada saat upacara kakehan (ritual pemanggilan arwah), sesuai dengan latar belakang, kebudayaan, adat-istiadat dan tata kehidupan alam lingkungan, masyarakat Patasiwa Alifuru. Salah satu bukti bahwa ornamen ini sudah dikenal cukup lama...

Menuju Perut Besar (Gunung Lompobattang)

"Tuhan tidak mempercepat kematian dengan mendaki gunung, dan tidak memperlambat kematian dengan tidak mendaki gunung, Tuhan akan bersama orang-orang yang pemberani" [terpahat di suatu tugu memoriam menuju puncak Lompobattang] *** suatu jum'at bertanggal tiga belas. cerita bermula dari sakau mendaki yang menjadi-jadi, kejutan dari tamu tak diundang, hingga menunggu yang sangat membosankan. waktu terus berdetak dan menjelang gulita segalanya mulai berbalik menyenangkan. konsolidasi antara langit, bintang dan dingin malam itu sukses. saya bahagia! ya, esok hari saya akan kembali mengejar ujung-ujung langit. menuju satu titik lewat pijak payah dan lelah. berdiri sejajar awan, melihat bintang lebih dekat, bebas menghirup dalam-dalam udara tanpa polusi. sensasi luar biasa yang hanya bisa dirasakan ketika menapaki pasak-pasak bumi. ***

Pulau Kodingareng Keke

Bermula dari rasa rindu menatap laut lepas dan galau pengen menginjak pasir pantai, saya nekat merencanakan perjalanan lintas pulau bareng teman-teman. Kali ini cewek semua: kak Pipi, Abel, Awa, Lara, Athifah, Mitha, kak Nunu, Ayi, Nur, Uthy dan saya sendiri. Pokoknya bukan pulau yang jauh, jadi gak perlu menginap. Juga bukan pulau yang rame, biar bebas berekspresi. Dan dari hasil wawancara dan browsing sana-sini, akhirnya pulau Kodingareng Keke-lah yang ditetapkan menjadi destinasi perjalanan 'nekat' ini. Jam tujuh pagi, kami bersebelas janjian ngumpul di dermaga penyeberangan Kayu Bangkoa, sekitar pantai Losari. Untuk bisa sampai kempulau Kodinagreng Keke, kami harus menyewa kapal dari sini. Harga sewa kapal tergantung kesepakatan dengan pemiliknya. Kemampuan harus total kita keluarkan biar bisa dikasih harga murah. Untuk urusan ini, saya serahkan ke kak Pipi dan Mitha. Saya hanya membantu seperlunya. Oke, setelah proses tawar-menawar yang panjang karena pake adegan ...