Langsung ke konten utama

One Stop Journey! (Kawah Putih - Situ Patengan)


Juli lalu, saya berkesempatan mengunjungi kota Bandung. Agak lama saya disana, hampir sebulan. Dan agar kesempatan ini tak sia-sia, saya mengajak kedua sepupu saya (yang tinggal disana) untuk pergi ke Kawah Putih, tempat yang sejak lama ingin saya kunjungi. Maka kami sepakat, lusa kami berangkat.

Tak ada satupun dari kami yang mengetahui lokasi tersebut, karena kedua sepupu saya ini juga belum pernah kesana sebelumnya. Karena tekad kami sudah bulat, maka kami mulai mencari informasi tentangnya. Sepupu saya mulai bertanya kepada temannya yang pernah ke sana. Saya sendiri, dengan sengaja men-download peta kota Bandung dan sekitarnya. Dari informasi yang kami dapat, akhirnya kami mengetahui bahwa Kawah Putih terletak di daerah Bandung Selatan. Wah, akan menjadi perjalanan yang panjang, pikirku. Mengingat kami tinggal di daerah Bandung Utara.

Maka keesokan harinya, kami berangkat pagi-pagi sekali. Jam 7, kami sudah ada di depan jalan menunggu bis Damri menuju Terminal Leuwi Panjang. Perjalanan ditempuh sekitar 1 jam, dengan ongkos 3000 rupiah per kepala. Dari Terminal Leuwi Panjang, kemudian kami menaiki bis tujuan Ciwidey. Untuk kali ini, perjalanan ditempuh agak lama, sekitar 2-3 jam. Ongkos bisnya pun agak mahal, 10.000 rupiah per kepala. Kami kira bis ini akan mengantarkan kami langsung ke lokasi, ternyata tidak. Dari Terminal Ciwidey, kami harus naik mobil lagi. Si supir menawarkan jasa carter plus paket wisata. Hahaha...lucu ya. Maksudnya, dia tidak hanya mengantarkan kami sampai Kawah Putih saja, tapi juga ke Situ Patengan. Katanya sih, itu juga objek wisata wajib kunjung. Akhirnya, setelah melewati proses tawar-menawar yang cukup panjang, kami deal dengan si supir. Kami bertiga akan diantarkan ke dua tempat itu, Kawah Putih dan Situ Patengan, lalu kembali lagi ke terminal dengan biaya yang mahal, 150.000 rupiah. Itu artinya 50.000 per kepala. Hmm...kantong makin tipis. Tapi untungnya, sepanjang perjalanan cukup menyenangkan. Hamparan kebun teh dan strawberry menemani kami sampai tujuan, plus udara yang dingin. Whuuuzz.....


Dan sekarang, kami sudah ada di depan gerbang Kawah Putih. Sekitar jam 11 siang waktu setempat. Kami siap untuk melihat keindahan surga yang tercecer di bumi ini. Suhu saat itu mungkin sekitar 18 derajat celcius, yang jelas sangat dingin. Bahkan nafas yang keluar dari mulutku tampak beruap. Memasuki gerbang, kami membaca asal-usul tempat ini. Konon, gunung tempat kawah itu berada (Gunung Patuha) dahulu dipercaya sebagai daerah yang angker. Karenanya, banyak orang yang tidak mau datang ke tempat ini, sehingga keberadaan dan keindahan tempat tempat ini tidak diketahui banyak orang.

Pada kenyataannya, hanya ucapan "Subhanallah" yang mampu terucap saat melihat pemandangan Kawah Putih untuk pertama kalinya. How beutiful it is!! Benar-benar putih jika dipandang dari kejauhan. Apalagi ditambah kabut, semakin mendukung. Bau belerang mulai menusuk hidung. Tapi kami tetap asyik foto-foto. Pemandangan seperti ini, terlalu bagus untuk tidak diabadikan. Selama 1 jam berikutnya, kami sudah menjelajahi setiap sudut kawah ini. Dan dilihat dari sudut manapun, tetap sama, INDAH!! Kemudian, istirahat siang kami habiskan di gazebo sekitar. Buka bekal, shalat dzuhur, puas foto-foto, kami melanjutkan perjalanan.

Tujuan berikutnya adalah Situ Patengan. Jarak tempuhnya sekitar 20 menit dari Kawah Putih. Taman wisata alam ini berbentuk telaga dengan berbagai fasilitas yang tersedia. Juga disediakan jasa penyeberangan dengan perahu menuju pulau berbentuk yang ada di tengah telaga, yaitu Pulau Asmara. Konon, adanya telaga dan pulau tersebut merupakan buah dari kisah cinta seorang prabu yang bernama Ki Santang dan putri titisan yang bernama Dewi Rengganis. Mereka yang saling mencintai, pernah terpisah sekian lama dan akhirnya dipertemukan di sebuah tempat yang kini dikenal dengan nama Batu Cinta. Lalu Dewi Rengganis meminta untuk dibuatkan danau dan perahu yang kini dipercaya telah menjadi pulau. Menurut cerita, jika ada pasangan yang pernah singgah di Batu Cinta dan mengelilingi pulau ini, maka cintanya akan abadi. 

Selesai berkeliling, kami memutuskan untuk segera pulang. Di sepanjang jalan, banyak penjual strawberry yang menjajakan dagangannya dengan sangat murah dan kami membelinya sebagai oleh-oleh. Menjelang maghrib, kami telah sampai di rumah kembali dengan selamat. Benar-benar  UNFORGETABLE MOMENT. Saya berharap masih bisa kembali ke sana, suatu saat nanti.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ornamen Matahari

Salah satu contoh Ornamen Matahari di Lapangan Merdeka, Ambon (photo by clk7) Bagi yang pernah berkunjung atau tinggal di Maluku, pasti akrab dengan gambar dan corak seperti gambar di atas. Ya, ornamen tersebut mulai banyak digunakan pada beberapa bangunan maupun produk lokal Maluku, dengan beragam corak dan bentuk. Namun masih banyak orang, bahkan orang Maluku sendiri, yang belum mengetahui makna dan nilai filosofis yang terkandung di balik ornamen tersebut. Ornamen Matahari, dilambangkan sebagai simbol matahari yang di dalamnya memiliki makna simbolis keyakinan, pola pikir, norma, adat istiadat, dan tata nilai masyarakat Maluku, khususnya suku Alifuru di Pulau Seram.  Di masa lalu, ornamen matahari digunakan untuk tanda dekorasi pada tubuh pada saat upacara kakehan (ritual pemanggilan arwah), sesuai dengan latar belakang, kebudayaan, adat-istiadat dan tata kehidupan alam lingkungan, masyarakat Patasiwa Alifuru. Salah satu bukti bahwa ornamen ini sudah dikenal cukup lama, da

Lantern Festival

kalian pernah nonton film 'Tangled'? pasti tahu kan adegan pas Rapunzel sama Flynn lagi diatas perahu di tengah danau, sementara orang-orang di istana lagi melepaskan ribuan lentera cantik ke atas langit dengan harapan si Putri Rapunzel kembali ke istana. hwaa, sumpah...that's the best scene EVER!! kereen banget >.< pertamanya, gw kira acara 'lepas lentera' kayak gitu cuma ada di kartun doang. ternyata eh ternyata, di dunia nyata ini emang beneran ada lho. bahkan dijadiin festival! *terpukau* ya, namanya Lantern Festival atau yang biasa disebut Festival Lentera. festival ini merupakan acara menerbangkan lentera ke atas langit dengan tujuan mengharapkan hal-hal baik yang akan terjadi dalam hidup. festival kayak gini digelar di berbagai negara, seperti Cina, Taiwan, Inggris, Thailand, bahkan Indonesia. cuma bentuk kegiatannya aja yang agak beda. kalau di Cina atau Taiwan, festival ini digelar pada hari ke-15 bulan pertama dalam kalender Tiongk

Menuju Perut Besar (Gunung Lompobattang)

"Tuhan tidak mempercepat kematian dengan mendaki gunung, dan tidak memperlambat kematian dengan tidak mendaki gunung, Tuhan akan bersama orang-orang yang pemberani" [terpahat di suatu tugu memoriam menuju puncak Lompobattang] *** suatu jum'at bertanggal tiga belas. cerita bermula dari sakau mendaki yang menjadi-jadi, kejutan dari tamu tak diundang, hingga menunggu yang sangat membosankan. waktu terus berdetak dan menjelang gulita segalanya mulai berbalik menyenangkan. konsolidasi antara langit, bintang dan dingin malam itu sukses. saya bahagia! ya, esok hari saya akan kembali mengejar ujung-ujung langit. menuju satu titik lewat pijak payah dan lelah. berdiri sejajar awan, melihat bintang lebih dekat, bebas menghirup dalam-dalam udara tanpa polusi. sensasi luar biasa yang hanya bisa dirasakan ketika menapaki pasak-pasak bumi. ***