Langsung ke konten utama

Menuju Perut Besar (Gunung Lompobattang)


"Tuhan tidak mempercepat kematian dengan mendaki gunung,
dan tidak memperlambat kematian dengan tidak mendaki gunung,
Tuhan akan bersama orang-orang yang pemberani"
[terpahat di suatu tugu memoriam menuju puncak Lompobattang]
***
suatu jum'at bertanggal tiga belas.

cerita bermula dari sakau mendaki yang menjadi-jadi, kejutan dari tamu tak diundang, hingga menunggu yang sangat membosankan. waktu terus berdetak dan menjelang gulita segalanya mulai berbalik menyenangkan. konsolidasi antara langit, bintang dan dingin malam itu sukses. saya bahagia!

ya, esok hari saya akan kembali mengejar ujung-ujung langit. menuju satu titik lewat pijak payah dan lelah. berdiri sejajar awan, melihat bintang lebih dekat, bebas menghirup dalam-dalam udara tanpa polusi. sensasi luar biasa yang hanya bisa dirasakan ketika menapaki pasak-pasak bumi.
***


[Destinasi]
Puncak Gunung Lompobattang, 2871 meter diatas permukaan laut
[Waktu]
14-15 April 2012
[Anggota]
Amin, Adi, Tetta, Sofyan, Rita, Nunung, Dewi, saya dan dia yang tak ingin disebut namanya
***


pagi pertama. udara dingin desa Lembangbune' menyergap masuk kantong tidur kami, memaksa mata untuk terbuka. selamat pagi! saatnya bersiap. bersih diri, sarapan, packing ulang, kemudian briefing singkat. pukul delapan pagi, kami siap berangkat.

jalan setapak berbatu dan kebun-kebun milik warga desa mengiringi perjalanan kami hingga sungai kecil di pos 1. waktu tempuh cukup lama, satu setengah jam.


menuju pos 2, jalan mulai mendaki meski tidak terlalu terjal. ada sungai kecil juga sebelumnya. disini kami mulai mengisi botol-botol, mengingat tidak akan menemukan sumber air lagi hingga pos 9 nanti.



selanjutnya, vegetasi tumbuhan berganti. rumput ilalang menemani perjalanan hingga pos 3. jarak tempuh yang cukup jauh juga beban di pundak mulai melelahkan raga.

di pos 4, hujan tumpah ruah dari langit. sejak itu, pendakian semakin terasa berat. rintik terus menemani hingga kami berada di pos 6. badan mulai menggigil. sesaat, sempat terlintas untuk tidak lagi kesini di lain waktu. namun, segera saya buang jauh-jauh pikiran itu. bagaimanapun, rasa lelah ini timbul karena saya memang tidak melakukan persiapan fisik sebelum keberangkatan. salah sendiri.

menuju pos 7, saya terus memperbaiki niat dan memotivasi diri. nafas putus-putus  menemani hingga akhirnya kami mendapati tanah lapang yang terbuka. mulai dari sini, perjalanan dirasa mulai menakjubkan. pemandangan mulai lepas dari awan mendung, hanya kabut tipis yang masih setia menemani. tak ada kata lagi, selain memuji lukisan alam Sang Maha.





sepanjang jalan menuju pos 9, jalur yang harus ditempuh juga semakin berat dan terjal. tapak kaki harus terus waspada, agar tidak terpeleset di batu-batu cadas yang besar dan licin. setiap langkah semakin diperhitungkan, sehingga menginjak pada pijakan yang tepat. kedua tangan juga mulai digunakan untuk mengangkat diri di posisi lebih tinggi.

menjelang senja, panorama dari atas sangatlah indah. semburat jingga matahari sore itu  terus menemani hingga akhirnya kami sampai di pos 9. menghadap ufuk barat, lokasi yang sangat pas untuk melihat bola merah raksasa kembali ke peraduannya. tiga tenda mulai terpasang, masing-masing dari kami mulai mencari cara agar tubuh tetap hangat. semua sibuk, hingga satu persatu bintang bermunculan.




titik ini juga menyuguhkan pemandangan langka di malam hari. gemerlap lampu kota Makassar nampak jelas dari sini. kuning menyala, terlihat bekerlip seperti kawanan kunang-kunang. sangat indah. keindahan yang tak sempat diabadikan dan hanya mampu terekam oleh mata.

kemudian malam berlalu penuh cerita tentang lintah, bengbeng, dingin, lapar, capek dan pengalaman lainnya, sambil menunggu hasil karya dari sang juru masak. akhirnya, inilah saat-saat yang paling ditunggu sepanjang perjalanan seharian ini, makan dan kemudian tidur.
***

pagi kedua. lampu-lampu kota mulai tak tampak. setelah habis melahap roti bakar dan susu panas, inilah waktunya 'muncak'. kami mulai berkemas, kecuali Dewi dan Adi. ada alasan mengapa mereka tak hendak ikut bersama kami. tidak, jangan berprasangka buruk dulu. ini benar-benar pilihan mereka.


jalur ke puncak lebih terjal dan licin. saya sendiri harus mengangkat rok tinggi-tinggi, karena ada beberapa batuan tebing yang harus dilewati. setelah menempuh waktu sekitar 30 menit, sampailah kami pada triangulasi gunung Lompobattang. cuaca cerah dan tak berangin membuat kami betah berlama-lama disini sambil foto, makan juga sms (disini masih ada jaringan telekomunikasi, walau terkadang menghilang).





pemandangan dari atas puncak sungguh indah. dari sini dapat terlihat jelas beberapa kabupaten dan pulau yang ada di sekitar pegunungan, seperti Bantaeng, Bulukumba, Selayar, dan lainnya. selain itu, puncak gunung Bawakaraeng pun dapat dilihat dari sini.








kembali ke pos 9, kami mulai berkemas. sebelum dzuhur, kami meninggalkan pos 9 menuju ke desa Lembangbune' dan kami tiba menjelang maghrib. perjalanan yang melelahkan, namun berkesan.





***
terima kasih kepada :
air, batu, tanah, air, udara, kabut, air, bintang, akar, air, batang, malam, air, hujan, matahari, cadas, air, edelweiss,  rumput, dingin, air, daun, sungai, air, semesta serta Pemilik mereka semua.

Komentar

  1. Suka bagian paling akhirnya.
    Terima kasih kepada Pemilik mereka semua.. :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. uugh...cape'ku mi lg menulis dari awal smp akhir, ternyata kw cuma menyukai bagian akhirnya >,<

      tp tak apa, terima kasih padamu jg pada Pemilik-mu :)

      Hapus
    2. Nah, sekarang komentar seriusnya:
      Lampu-lampu Makassar nampak jelas dari sana? Wuih, memang selalu penasaran dengan penampakan kota Makassar di waktu malam. Cuma, belum pernah dapatkan tempat yang tepat untuk melihat semuanya. Tempat yang tepat dan tak jauh dari kota. Ternyata, mungkin tempat untuk melihat semua itu memang harus jauh ya.. Artinya, harus ke sana. :D

      Kabupaten-kabupaten lain terlihat juga? Hmm.. Mungkin tempat yang tepat juga tuk membuat sketsa..

      Hapus
    3. iya..semuanya bisa, asal cuaca bagus aj :p

      Hapus
  2. siapa yang ajakki kak??
    sebut saja dia "mawar". ckckc

    masih mauuuu menikmati gemerlap kota Makassar dari Pos 9 ^^

    BalasHapus
    Balasan
    1. sebut saja dia Joko, haha :D

      ayomi balik nung, tp pinjam dulu pintu ajaibnya Doraemon.

      Hapus
    2. saya mau pake baling-baling bambu dehh :)

      Hapus
  3. kalimat pembukanya mantap, sang pemberani :)
    `trima kasih..

    BalasHapus
  4. Sukaaa... Yuniiii..... Aku Kangen Mendaki dan Jalan dengan Yuni... dengan saudara2ku disana, sahabat - sahabat yang saling membantu satu dengan yang lainnya. aku Rindu semuanyaaa..... ^___^

    BalasHapus
    Balasan
    1. ohoho...kangen jg dirimu Lara dan cerita pendakian kita :)

      oiya, sy belum sempat posting tentang itu ya.hehe :D

      Hapus
  5. Waowww,... kerennn adik Cahya .
    Kapa yah,.. saya dapat kesempatan nyicipin tu gunung , heheheheh

    Oh,.. ya . saya juga suka kalimat yang terpahat di batu itu.

    Tapi bukan "Tuhan bersama orang2 yang berani". karena Tuhan juga bersama orang2 yang tidak pemberani.

    Versi saya adalah "Tuhan memberi kekuatan pada orang - orang yang pemberani"."

    BalasHapus
    Balasan
    1. iya kak..sepertinya kalimat versi kk lebih bagus, hehe ^^v

      Hapus
  6. Foto-foto dan tulisannya keren :)
    Kapan-kapan aku mau dong mbak ikutan :D

    Salam kenal dari Medan
    http://efriyantiazzahra.blogspot.com/

    BalasHapus
  7. ketemu orang yang hobby nya sama___ hheehhee...
    blum prn ke lompobattang, trakhir minggu kemarin ke Ramma',,
    kapan2 mw juga deh ke sana... :D
    stuju tuh sama prnyataan__
    "Tuhan tidak mempercepat kematian dengan mendaki gunung,
    dan tidak memperlambat kematian dengan tidak mendaki gunung,
    Tuhan akan bersama orang-orang yang pemberani"

    BalasHapus
  8. Edelweisnya berhasil bikin saya merinding
    dan sunset di puncak itu,. ahh,. amat sangat jauh lebih cantik jika dibandingkan dengan sunset di garis batas lautan.

    Masih merindukan yang seperti itu. Saat ini sedikit terobati, tapi bukannya lega, malah sakau makin menjadi. Parah deh. Dasar manusia. Hahaha...

    Mantab ceritanya Yuni, foto-fotonya jugak. Semoga aku bisa menyusulnya, kembali menikmati 'samudera langit' dan 'bintang dataran rendah'... ;)

    BalasHapus
  9. Satu keinginan besarku untuk Makassar, yaitu menikmati pemandangan malam dari atas ketinggian. Hampir semua tempat yang saya datangi, selalu menyuguhkan pemandangan demikian, hanya satu yang tidak, Makassar :-)

    BalasHapus
  10. wahh . .itu gunung di Makassar ya mbak?
    jalurnya keren euy.
    btw, tingginya berapa ya?
    boleh nih kalo ada kesempatan naik ke sana juga.
    hehe.
    :D

    anw, salam kenal ya.
    di tunggu kunjungan baliknya ke faizulfikri
    kalau berkenan di follow juga.
    terima kasih.
    ^_^

    BalasHapus
    Balasan
    1. hmm..bukan faiz, di Makassar gak ada gunung :D
      ini di kabupaten tetangga, ketinggian 2871 mdpl
      silahkan, kl ada kesempatan trekking jg dsini ^^

      anw, sdh ta' kunjungi n ta' follow
      terima kasih kembali

      Hapus
  11. Beuh...Masya Allah keren yun....
    ingin jadi dirimu 10 tahun yang lalu....:D

    BalasHapus
    Balasan
    1. hhe..iya, memang keren sekali kak
      kl mw pergi skrg jg masih bisa kak, asal masih kuat angkat tas carrier :p

      Hapus
  12. woww...kebetulan saya orang Malakaji, Kelurahan yang dilewati sebelum naik ke Lembang bu'ne...luar biasa kawan perjalanannya....

    BalasHapus
    Balasan
    1. waah..kapan2 kalo ke Lompobattang lagi, singgah deh :D

      Hapus
  13. suka framing foto2nya, indah..

    salam kenal

    BalasHapus
  14. So Nice..... mengingatkan ku kembali pada masa masa dimana aku masih seperti mu... membelah tebing2 curam hanya untuk mendapatkan pemandangan indahdan megah... membuat kita merasa lebih dekat dengan Sang Pemilik Semesta

    BalasHapus
    Balasan
    1. ahaa..iya mbak rina.
      suatu hari nanti sy akan merindukannya kembali.

      terima kasih sudah berkunjung :)

      Hapus
  15. melihat panorama2 keindahan di atas gunung melupakan kelelahan di perjalanan....

    BalasHapus
  16. hai kakak, salam kenal. meski beda pulau, semoga suatu hari kita bisa menjejak bareng pucuk tertinggi yaa :)

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ornamen Matahari

Salah satu contoh Ornamen Matahari di Lapangan Merdeka, Ambon (photo by clk7) Bagi yang pernah berkunjung atau tinggal di Maluku, pasti akrab dengan gambar dan corak seperti gambar di atas. Ya, ornamen tersebut mulai banyak digunakan pada beberapa bangunan maupun produk lokal Maluku, dengan beragam corak dan bentuk. Namun masih banyak orang, bahkan orang Maluku sendiri, yang belum mengetahui makna dan nilai filosofis yang terkandung di balik ornamen tersebut. Ornamen Matahari, dilambangkan sebagai simbol matahari yang di dalamnya memiliki makna simbolis keyakinan, pola pikir, norma, adat istiadat, dan tata nilai masyarakat Maluku, khususnya suku Alifuru di Pulau Seram.  Di masa lalu, ornamen matahari digunakan untuk tanda dekorasi pada tubuh pada saat upacara kakehan (ritual pemanggilan arwah), sesuai dengan latar belakang, kebudayaan, adat-istiadat dan tata kehidupan alam lingkungan, masyarakat Patasiwa Alifuru. Salah satu bukti bahwa ornamen ini sudah dikenal cukup lama, da

Lantern Festival

kalian pernah nonton film 'Tangled'? pasti tahu kan adegan pas Rapunzel sama Flynn lagi diatas perahu di tengah danau, sementara orang-orang di istana lagi melepaskan ribuan lentera cantik ke atas langit dengan harapan si Putri Rapunzel kembali ke istana. hwaa, sumpah...that's the best scene EVER!! kereen banget >.< pertamanya, gw kira acara 'lepas lentera' kayak gitu cuma ada di kartun doang. ternyata eh ternyata, di dunia nyata ini emang beneran ada lho. bahkan dijadiin festival! *terpukau* ya, namanya Lantern Festival atau yang biasa disebut Festival Lentera. festival ini merupakan acara menerbangkan lentera ke atas langit dengan tujuan mengharapkan hal-hal baik yang akan terjadi dalam hidup. festival kayak gini digelar di berbagai negara, seperti Cina, Taiwan, Inggris, Thailand, bahkan Indonesia. cuma bentuk kegiatannya aja yang agak beda. kalau di Cina atau Taiwan, festival ini digelar pada hari ke-15 bulan pertama dalam kalender Tiongk