Langsung ke konten utama

Kontemplasi

Duduk, dengar, rasakan! (clk7 di Bawakaraeng)

Lima hari lalu, dalam pengajian pekanan, guru ngaji saya menegaskan bahwa: "Hakikat sebuah ujian adalah sabar dan syukur. Hanya dua hal itu. Dan Allah akan menguji hambaNya selalu pada titik terlemahnya. Jika kita belum melulusinya, maka Allah akan menguji lagi, lagi, lagi, sampai kita lulus!"

Tujuh hari sebelumnya, beliau bercerita tentang kisah Thalut dan ketaatan pengikutnya seperti yang dijelaskan dalam surat Al-Baqarah ayat 249: "Maka tatkala Thalut keluar membawa tentaranya, ia berkata, 'Sesungguhnya Allah akan menguji kamu dengan suatu sungai. Maka siapa di antara kamu meminum airnya, bukanlah ia pengikutku. Dan barang siapa tiada meminumnya, kecuali menceduk seceduk tangan, maka ia adalah pengikutku.' Kemudian mereka meminumnya kecuali beberapa orang di antara mereka."

Tepat sepekan sebelumnya. "Gak semua yang kita sukai itu baik untuk kita. Pun sebaliknya. Allah lebih tahu, dan kita seringkali melupakan hal itu." Waktu itu, saya manggut-manggut mendengar nasehat beliau ketika menyadur ayat ke-216 pada surat kedua dalam Al-Qur'an.

***
Dini hari ini ketika sedang berpikir dan mempertanyakan banyak hal, tiba-tiba saya teringat kembali pada kata-kata beliau selama tiga pekan terakhir. Sesaat saya sadar, semua ini semacam pengkondisian dari Allah. Agar saya siap dan tidak gegabah dalam mengambil langkah. 

Betapa bodohnya saya karena sempat memprotes ketetapan Allah saat dihadapkan pada situasi yang diluar rencana diri?

Jangan-jangan Allah menguji saya lagi, dengan hal serupa, karena "dulu" saya belum lulus?

Karena Allah tahu titik terlemah saya, sehingga mengirimkan saya pada mereka yang menjunjung kalimat "kami dengar dan kami taat"?

Ghufraanaka Rabbanaa, wa ilaikal mashiir...

Komentar

  1. Kalimat terakhir di paragraf pertama itu benar sekali Yun. Bertahun-tahun lalu saya punya pengalaman khusus dengan kalimat itu. Dan akhirnya sekian tahun setelah nya baru memahami, kalau begitulah rencana Allah mendewasakan yang dipilihNYA.

    Seharusnya, bisa berbahagia jika diuji. Karena yang diuji itu adalah orang pilihan yang akan dinaikkan derajatnya.

    Allah memang Maha Romantis. Ganbatte Yun. Ayo terus dalam lingkaran2 kebaikan. :)

    BalasHapus
  2. Anyway, kemarin siang, saya menulis draft tentang kontemplasi. Kontemplasi yang sedikit "berat". Hahaha.. #Random

    BalasHapus
  3. Iyaaapp..betul itu!
    Pengalaman selalu punya cara kerja sendiri utk mendewasakan. Mungkin perlu lebih sering kontemplasi. Hehee...

    Sedikit "berat"?
    Hmmm...bikin penasaran :p

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ornamen Matahari

Salah satu contoh Ornamen Matahari di Lapangan Merdeka, Ambon (photo by clk7) Bagi yang pernah berkunjung atau tinggal di Maluku, pasti akrab dengan gambar dan corak seperti gambar di atas. Ya, ornamen tersebut mulai banyak digunakan pada beberapa bangunan maupun produk lokal Maluku, dengan beragam corak dan bentuk. Namun masih banyak orang, bahkan orang Maluku sendiri, yang belum mengetahui makna dan nilai filosofis yang terkandung di balik ornamen tersebut. Ornamen Matahari, dilambangkan sebagai simbol matahari yang di dalamnya memiliki makna simbolis keyakinan, pola pikir, norma, adat istiadat, dan tata nilai masyarakat Maluku, khususnya suku Alifuru di Pulau Seram.  Di masa lalu, ornamen matahari digunakan untuk tanda dekorasi pada tubuh pada saat upacara kakehan (ritual pemanggilan arwah), sesuai dengan latar belakang, kebudayaan, adat-istiadat dan tata kehidupan alam lingkungan, masyarakat Patasiwa Alifuru. Salah satu bukti bahwa ornamen ini sudah dikenal cukup lama, da

Lantern Festival

kalian pernah nonton film 'Tangled'? pasti tahu kan adegan pas Rapunzel sama Flynn lagi diatas perahu di tengah danau, sementara orang-orang di istana lagi melepaskan ribuan lentera cantik ke atas langit dengan harapan si Putri Rapunzel kembali ke istana. hwaa, sumpah...that's the best scene EVER!! kereen banget >.< pertamanya, gw kira acara 'lepas lentera' kayak gitu cuma ada di kartun doang. ternyata eh ternyata, di dunia nyata ini emang beneran ada lho. bahkan dijadiin festival! *terpukau* ya, namanya Lantern Festival atau yang biasa disebut Festival Lentera. festival ini merupakan acara menerbangkan lentera ke atas langit dengan tujuan mengharapkan hal-hal baik yang akan terjadi dalam hidup. festival kayak gini digelar di berbagai negara, seperti Cina, Taiwan, Inggris, Thailand, bahkan Indonesia. cuma bentuk kegiatannya aja yang agak beda. kalau di Cina atau Taiwan, festival ini digelar pada hari ke-15 bulan pertama dalam kalender Tiongk

Menuju Perut Besar (Gunung Lompobattang)

"Tuhan tidak mempercepat kematian dengan mendaki gunung, dan tidak memperlambat kematian dengan tidak mendaki gunung, Tuhan akan bersama orang-orang yang pemberani" [terpahat di suatu tugu memoriam menuju puncak Lompobattang] *** suatu jum'at bertanggal tiga belas. cerita bermula dari sakau mendaki yang menjadi-jadi, kejutan dari tamu tak diundang, hingga menunggu yang sangat membosankan. waktu terus berdetak dan menjelang gulita segalanya mulai berbalik menyenangkan. konsolidasi antara langit, bintang dan dingin malam itu sukses. saya bahagia! ya, esok hari saya akan kembali mengejar ujung-ujung langit. menuju satu titik lewat pijak payah dan lelah. berdiri sejajar awan, melihat bintang lebih dekat, bebas menghirup dalam-dalam udara tanpa polusi. sensasi luar biasa yang hanya bisa dirasakan ketika menapaki pasak-pasak bumi. ***