Langsung ke konten utama

Writing is AMAZING!


Bayangkan kalau tradisi menulis nggak pernah ada,
kalau tradisi merekam peristiwa, gagasan dan perasaan nggak pernah ada,
apa kita bakal mengenal siapa nenek moyang kita?
Bayangkan kalau Anda tidak menulis,
tak berusaha merekam gagasan dan pikiran-pikiran Anda,
apa cucumu nanti akan mengenal siapa kamu?

Seandainya kakek saya, semasa hidupnya menulis sesuatu, mungkin sekarang saya mengenal siapa dia. Tetapi itu tak pernah terjadi. Tak selembar pun tulisan yang diwariskan kakek pada saya. Saya tak pernah tahu isi kepala kakek, selain bahwa dia adalah seorang lelaki tua leluhur saya. Maka jangan salahkan saya, jika saya lebih mengenal Karl Marx, Jostein Gaarder atau Pramoedya Ananta Toer, yang bukan siapa-siapa saya, daripada kakek saya sendiri.

"Dendam" itulah menjadi energi besar yang mendorong saya untuk terus menulis. Saya tak mau dilupakan sejarah. Saya mau jadi orang yang berkesadaran sejarah. Maka saya memutuskan untuk menulis. Agar kelak, jika cucu saya tak sempat tahu apa yang kakeknya pikirkan dan  bicarakan semasa hidupnya, ia bisa mengenal kakeknya lewat tulisan-tulisannya!


*taken from back cover of Writing is Amazing by Fahd Djibran

Komentar

  1. kereeeen.. betul, jadikan tulisan kita sbg kenang-kenangan untuk anak cucu cicit kita kelak nanti. semoga bisa dikenang :)

    BalasHapus
  2. wah...
    ciri ciri mau eksis nih yun...

    hehehehehe

    selamat mengukir sejarah..

    BalasHapus
  3. nek .. nenek hebat , ini aku, cucumu nek, nenek ko' diem aja sih, nenek ceritakan tentang aku juga ya dibuku cerita nenek :P

    BalasHapus
  4. >irma: ini cm 1 alasan knp orang 'menulis', hehe..
    >arman: hmm..gt kh? hehe..semoga :)
    >mb ani: jiaah..gmn mo cerita ttg cucu, anak aj blm punya :D

    BalasHapus
  5. seandainya kamu tidak ada maka tidak ada yang bisa memberitahukan semua ini, tak ada lagi cerita yang seru untuk dibaca ..

    BalasHapus
  6. dunia tidak akan mengenal kita jika kita tidak ikut ambil bagian dalam sejarah...walaupun hanya dengan goresan tangan...hentakan tuts keyboard PC... semoga itu bisa menciptakan dan menoreh sebuah sejarah tentang kita....

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ornamen Matahari

Salah satu contoh Ornamen Matahari di Lapangan Merdeka, Ambon (photo by clk7) Bagi yang pernah berkunjung atau tinggal di Maluku, pasti akrab dengan gambar dan corak seperti gambar di atas. Ya, ornamen tersebut mulai banyak digunakan pada beberapa bangunan maupun produk lokal Maluku, dengan beragam corak dan bentuk. Namun masih banyak orang, bahkan orang Maluku sendiri, yang belum mengetahui makna dan nilai filosofis yang terkandung di balik ornamen tersebut. Ornamen Matahari, dilambangkan sebagai simbol matahari yang di dalamnya memiliki makna simbolis keyakinan, pola pikir, norma, adat istiadat, dan tata nilai masyarakat Maluku, khususnya suku Alifuru di Pulau Seram.  Di masa lalu, ornamen matahari digunakan untuk tanda dekorasi pada tubuh pada saat upacara kakehan (ritual pemanggilan arwah), sesuai dengan latar belakang, kebudayaan, adat-istiadat dan tata kehidupan alam lingkungan, masyarakat Patasiwa Alifuru. Salah satu bukti bahwa ornamen ini sudah dikenal cukup lama...

Menuju Perut Besar (Gunung Lompobattang)

"Tuhan tidak mempercepat kematian dengan mendaki gunung, dan tidak memperlambat kematian dengan tidak mendaki gunung, Tuhan akan bersama orang-orang yang pemberani" [terpahat di suatu tugu memoriam menuju puncak Lompobattang] *** suatu jum'at bertanggal tiga belas. cerita bermula dari sakau mendaki yang menjadi-jadi, kejutan dari tamu tak diundang, hingga menunggu yang sangat membosankan. waktu terus berdetak dan menjelang gulita segalanya mulai berbalik menyenangkan. konsolidasi antara langit, bintang dan dingin malam itu sukses. saya bahagia! ya, esok hari saya akan kembali mengejar ujung-ujung langit. menuju satu titik lewat pijak payah dan lelah. berdiri sejajar awan, melihat bintang lebih dekat, bebas menghirup dalam-dalam udara tanpa polusi. sensasi luar biasa yang hanya bisa dirasakan ketika menapaki pasak-pasak bumi. ***

Pulau Kodingareng Keke

Bermula dari rasa rindu menatap laut lepas dan galau pengen menginjak pasir pantai, saya nekat merencanakan perjalanan lintas pulau bareng teman-teman. Kali ini cewek semua: kak Pipi, Abel, Awa, Lara, Athifah, Mitha, kak Nunu, Ayi, Nur, Uthy dan saya sendiri. Pokoknya bukan pulau yang jauh, jadi gak perlu menginap. Juga bukan pulau yang rame, biar bebas berekspresi. Dan dari hasil wawancara dan browsing sana-sini, akhirnya pulau Kodingareng Keke-lah yang ditetapkan menjadi destinasi perjalanan 'nekat' ini. Jam tujuh pagi, kami bersebelas janjian ngumpul di dermaga penyeberangan Kayu Bangkoa, sekitar pantai Losari. Untuk bisa sampai kempulau Kodinagreng Keke, kami harus menyewa kapal dari sini. Harga sewa kapal tergantung kesepakatan dengan pemiliknya. Kemampuan harus total kita keluarkan biar bisa dikasih harga murah. Untuk urusan ini, saya serahkan ke kak Pipi dan Mitha. Saya hanya membantu seperlunya. Oke, setelah proses tawar-menawar yang panjang karena pake adegan ...