Langsung ke konten utama

Kalau Ingin Perubahan, Tegakkanlah Malam dan Bangunlah Lebih Awal

Seharusnyalah, tidak ada yang begitu mengenaskan bagi kita -aktivis dakwah- kecuali kalau kita dalam tidak sempat menegakkan malam (qiyamullail) dan mengisi awal pagi dengan kegiatan yang membawa perubahan.

***

KAMMI adalah pembawa obor perubahan. Malam itu, tengah tahun 2001, KAMMI mengadakan muhasabah dan qiyamullail. Beratus orang -ikhwan dan akhwat- hadir, diam, menangis dan khusyu'. Ya, ruh kami berkata bahwa reformasi Indonesia harus kami selamatkan. Indonesia berantakan dan fatwa telah jelas tersampaikan. Strategi pun terancang, semuanya terkomunikasikan.

Siang besoknya itu, sang presiden akan datang dan mengunjungi kampus kami. Kami tahu dia akan berbicara omong kosong, sementara ia enggan bertanggung jawab. Maka kami melawan, kami enggan ia datang.

Pagi itu kami bergerak, berbondong dan berduyun, menutup lima jalan masuk ke kampus. Kami tak tahu dari mana ia masuk. Sebagian barisan kami tebal dua tiga lapis, sebagian barisan kami cuma satu baris memanjang, tapi kami tetap bersemangat, ikhwan maupun akhwat.

Muka kami coreng moreng dengan pasta gigi, pertahanan murah meriah untuk gas air mata, lagu-lagu bersemangat terus kami lantunkan, polisi dan panser berdatangan, mereka sedikit kesiangan, terkejut kami di ring satu.

Presiden kan datang sementara kami masih bertahan. Maka air dari water canon pun tersembur menghantam. Polisi menerjang dan membongkar ikhwan dan akhwat, kami tetap bertahan. Barisan ikhwan terbongkar, akhwat bertahan. Polisi-polisi itu mengangkati mereka seperti mengangkat ayam tuk masuk penggorengan. Kami terus saja bertahan dan terus bertahan.



Presiden batal datang, ia sadar penolakan. Kami menang, kampus tetap milik kami, ajang pencerdasan, bukan omong kosong politik. Sang presiden pun tumbang.

Kami menang, karena malamnya kami tegakkan dan paginya kami bergerak sejak awal.

***

KAMMI tetap harus menjadi pembawa obor perubahan. Malam itu, tengah tahun 2002, KAMMI mengadakan rapat aksi. Berpuluh orang -ikhwan dan akhwat- hadir, berbicara, dan berdiskusi strategi. Ya, mulut kami berkata bahwa reformasi Indonesia harus kami selamatkan. Indonesia berantakan, tapi memang tiada fatwa yang jelas tersampaikan. Strategi global pun tak jelas terancang, semuanya tidak pasti terkomunikasikan, dan oh ya, kami tidak sempat adakan acara bangun malam.

Siang besoknya itu, sang presiden mau datang dan mengunjungi kampus kami, kali ini perempuan, tapi kami tahu dia pun akan berbicara omong kosong, sementara ia enggan bertanggung jawab. Maka kami pun tetap melawan. Kami enggan ia datang.

Pagi itu kami bergerak, tapi tak cukup berbondong dan apalagi berduyun menutup dua jalan masuk ke kampus. Kami tahu pasti dari mana ia masuk. Barisan kami tidak tebal, tapi cuma satu dua baris memanjang. Akan tetapi, kami tetap bersemangat, ikhwan maupun akhwat.

Kami tak cukup bersiap, muka kami tiada coreng moreng dengan pasta gigi, lagu-lagu bersemangat kami lantunkan, tetapi sesungguhnya polisi dan panser telah lebih dulu berdatangan. Mereka sedikit pagi datang bahkan sejak malam, kami yang kesiangan. Mereka telah bersiap di ring satu juga ring dua.

Presiden kan datang sementara kami masih ingin bertahan. Tidak ada air yang tersenbur menghambur menghantam, karena kami kesiangan. Polisi tidak menerjang dan tidak pula membongkar, karena kami tidak datang sejak awal, ikhwan dan akhwat. Kami tetap bertahan. Presiden terus berbicara dan beromong kosong di kampus kami. Sementara itu, kami terus saja bertahan hingga sang presiden pulang.

Presiden tetap datang, kami kalah. Kampus ia jajah semena-mena, dan menang tidak lagi milik kami. Kami gagal, ia pun bertahan, bahkan ingin terus tetap menjadi presiden pada pemilu depan.

Kami gagal, karena malamnya kami tidak tegakkan dan paginya kami bangun kesiangan.


[taken from : Mengapa Aku Mencintai KAMMI]

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ornamen Matahari

Salah satu contoh Ornamen Matahari di Lapangan Merdeka, Ambon (photo by clk7) Bagi yang pernah berkunjung atau tinggal di Maluku, pasti akrab dengan gambar dan corak seperti gambar di atas. Ya, ornamen tersebut mulai banyak digunakan pada beberapa bangunan maupun produk lokal Maluku, dengan beragam corak dan bentuk. Namun masih banyak orang, bahkan orang Maluku sendiri, yang belum mengetahui makna dan nilai filosofis yang terkandung di balik ornamen tersebut. Ornamen Matahari, dilambangkan sebagai simbol matahari yang di dalamnya memiliki makna simbolis keyakinan, pola pikir, norma, adat istiadat, dan tata nilai masyarakat Maluku, khususnya suku Alifuru di Pulau Seram.  Di masa lalu, ornamen matahari digunakan untuk tanda dekorasi pada tubuh pada saat upacara kakehan (ritual pemanggilan arwah), sesuai dengan latar belakang, kebudayaan, adat-istiadat dan tata kehidupan alam lingkungan, masyarakat Patasiwa Alifuru. Salah satu bukti bahwa ornamen ini sudah dikenal cukup lama, da

Lantern Festival

kalian pernah nonton film 'Tangled'? pasti tahu kan adegan pas Rapunzel sama Flynn lagi diatas perahu di tengah danau, sementara orang-orang di istana lagi melepaskan ribuan lentera cantik ke atas langit dengan harapan si Putri Rapunzel kembali ke istana. hwaa, sumpah...that's the best scene EVER!! kereen banget >.< pertamanya, gw kira acara 'lepas lentera' kayak gitu cuma ada di kartun doang. ternyata eh ternyata, di dunia nyata ini emang beneran ada lho. bahkan dijadiin festival! *terpukau* ya, namanya Lantern Festival atau yang biasa disebut Festival Lentera. festival ini merupakan acara menerbangkan lentera ke atas langit dengan tujuan mengharapkan hal-hal baik yang akan terjadi dalam hidup. festival kayak gini digelar di berbagai negara, seperti Cina, Taiwan, Inggris, Thailand, bahkan Indonesia. cuma bentuk kegiatannya aja yang agak beda. kalau di Cina atau Taiwan, festival ini digelar pada hari ke-15 bulan pertama dalam kalender Tiongk

Menuju Perut Besar (Gunung Lompobattang)

"Tuhan tidak mempercepat kematian dengan mendaki gunung, dan tidak memperlambat kematian dengan tidak mendaki gunung, Tuhan akan bersama orang-orang yang pemberani" [terpahat di suatu tugu memoriam menuju puncak Lompobattang] *** suatu jum'at bertanggal tiga belas. cerita bermula dari sakau mendaki yang menjadi-jadi, kejutan dari tamu tak diundang, hingga menunggu yang sangat membosankan. waktu terus berdetak dan menjelang gulita segalanya mulai berbalik menyenangkan. konsolidasi antara langit, bintang dan dingin malam itu sukses. saya bahagia! ya, esok hari saya akan kembali mengejar ujung-ujung langit. menuju satu titik lewat pijak payah dan lelah. berdiri sejajar awan, melihat bintang lebih dekat, bebas menghirup dalam-dalam udara tanpa polusi. sensasi luar biasa yang hanya bisa dirasakan ketika menapaki pasak-pasak bumi. ***