Langsung ke konten utama

Namamu, Sang Rasul

dulu aku bertanya, mengapa namamu yang berulangkali disebutNya
dan kisahmu yang bertebar merambah hampir tiap surah
bahkan Allah menetapkan; kau terkisah untuk menguatkan jiwa
hati dan rasa seorang Nabi penutup masa

ya, kini aku tahu.. betapa tak mudah menjadimu hai Musa
mengemban risalah dalam keadaan yang serba tak sempurna
kau tak fasih bicara, sulit berkata-kata
dan sebab khilaf masa lalu, kau tersalah membunuh

maka saat wahyu turun, air matamu menitik, tubuhmu berpeluh
dalam kesadaran akan beratnya beban, kau mengeluh
“bicaraku gagap, lidahku kelu, aku takut mereka akan mendustakanku..
dan pada mereka aku berdosa sungguh, aku takut akan dibunuh”

ya, kini aku tahu, sungguh tak mudah menjadimu
sebab dalam keterbatasan itu, Allah berikan untukmu lawan penuh kuasa
perbendaharaannya kaya, kerajaannya luas, tentaranya perkasa
punggawanya setia, lagi taat buta
mengaku tuhan tertinggi, dia merasa berkuasa atas hidup dan mati
dan kau.. kau terhutang budi masa kecil padanya
dan tahukah kau duh Musa, kelak kaum yang kau pimpin
yang kau bimbing bebas dari perbudakan tiran
yang menyaksikan sejuta kuasa Allah menaungi mereka
akan berlomba membangkangi Allah dan mendurhakaimu?

malam ini kususuri kisahmu, dan aku takjub
atas takdirNya, masa lalumu tak sempurna
kau terpilih memikul risalah suci, dan kau didustakan
sedang Muhammad dipilihNya dari pribadi yang terjaga sempurna
dia memikul risalah dengan gelar al amin yang masyhur sudah
tapi diapun tetap didustakan

mungkin sebab itulah kisahmu selalu menjadi penguat hatinya
di saat-saat berat, Muhammad mengenangmu dan melirihkan gumam
“semoga Allah menyayangi saudaraku Musa..
sungguh ia dicobai lebih menyakitkan dari ini”

malam ini duhai Musa, kususuri kisahmu
aku tersenyum, alhamdulillah, kau membuatku merasa
beban-beban da’wah ini hanyalah seberkas kapas
tapi di sisi lain, menelisik ceritamu, mataku basah
“ahh.. surga, rasanya masih jauh, sangat jauh..”



-dikutip secara sadar dari blognya akh salim a.fillah..semoga memberikan kebaikan pada yg lain-

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ornamen Matahari

Salah satu contoh Ornamen Matahari di Lapangan Merdeka, Ambon (photo by clk7) Bagi yang pernah berkunjung atau tinggal di Maluku, pasti akrab dengan gambar dan corak seperti gambar di atas. Ya, ornamen tersebut mulai banyak digunakan pada beberapa bangunan maupun produk lokal Maluku, dengan beragam corak dan bentuk. Namun masih banyak orang, bahkan orang Maluku sendiri, yang belum mengetahui makna dan nilai filosofis yang terkandung di balik ornamen tersebut. Ornamen Matahari, dilambangkan sebagai simbol matahari yang di dalamnya memiliki makna simbolis keyakinan, pola pikir, norma, adat istiadat, dan tata nilai masyarakat Maluku, khususnya suku Alifuru di Pulau Seram.  Di masa lalu, ornamen matahari digunakan untuk tanda dekorasi pada tubuh pada saat upacara kakehan (ritual pemanggilan arwah), sesuai dengan latar belakang, kebudayaan, adat-istiadat dan tata kehidupan alam lingkungan, masyarakat Patasiwa Alifuru. Salah satu bukti bahwa ornamen ini sudah dikenal cukup lama...

Menuju Perut Besar (Gunung Lompobattang)

"Tuhan tidak mempercepat kematian dengan mendaki gunung, dan tidak memperlambat kematian dengan tidak mendaki gunung, Tuhan akan bersama orang-orang yang pemberani" [terpahat di suatu tugu memoriam menuju puncak Lompobattang] *** suatu jum'at bertanggal tiga belas. cerita bermula dari sakau mendaki yang menjadi-jadi, kejutan dari tamu tak diundang, hingga menunggu yang sangat membosankan. waktu terus berdetak dan menjelang gulita segalanya mulai berbalik menyenangkan. konsolidasi antara langit, bintang dan dingin malam itu sukses. saya bahagia! ya, esok hari saya akan kembali mengejar ujung-ujung langit. menuju satu titik lewat pijak payah dan lelah. berdiri sejajar awan, melihat bintang lebih dekat, bebas menghirup dalam-dalam udara tanpa polusi. sensasi luar biasa yang hanya bisa dirasakan ketika menapaki pasak-pasak bumi. ***

Pulau Kodingareng Keke

Bermula dari rasa rindu menatap laut lepas dan galau pengen menginjak pasir pantai, saya nekat merencanakan perjalanan lintas pulau bareng teman-teman. Kali ini cewek semua: kak Pipi, Abel, Awa, Lara, Athifah, Mitha, kak Nunu, Ayi, Nur, Uthy dan saya sendiri. Pokoknya bukan pulau yang jauh, jadi gak perlu menginap. Juga bukan pulau yang rame, biar bebas berekspresi. Dan dari hasil wawancara dan browsing sana-sini, akhirnya pulau Kodingareng Keke-lah yang ditetapkan menjadi destinasi perjalanan 'nekat' ini. Jam tujuh pagi, kami bersebelas janjian ngumpul di dermaga penyeberangan Kayu Bangkoa, sekitar pantai Losari. Untuk bisa sampai kempulau Kodinagreng Keke, kami harus menyewa kapal dari sini. Harga sewa kapal tergantung kesepakatan dengan pemiliknya. Kemampuan harus total kita keluarkan biar bisa dikasih harga murah. Untuk urusan ini, saya serahkan ke kak Pipi dan Mitha. Saya hanya membantu seperlunya. Oke, setelah proses tawar-menawar yang panjang karena pake adegan ...