Langsung ke konten utama

Judul Kita Apa?

mungkin kita hanya sekedar makin sering terlambat,
mungkin juga sekedar sering lupa,atau cuma sedikit bertambah lalai,
atau mungkin cuma sekedar semakin enteng untuk tidak terlibat,
bisa juga semacam ketenangan dalam kealpaan,
dan tentu kita tidak menyebutnya sebagai futur...

bisa jadi kita cuma sedikit malas,
dimana dengannya dalih kita menjadi agak banyak dan bervariasi,
atau kita hanya semacam sedikit pilih-pilih tugas,
ada agak banyak tugas yang kita rasa sudah tidak pantas (lagi) kita kerjakan,
dan kita juga tidak menyebutnya sebagai futur...

mungkin kita hanya sedikit terganggu,
kita hanya sedikit agak terganggu dalam tilawah,atau dalam puasa atau mungkin lainnya,
sebenarnya tidak berat,cuma sekedar agak sulit menikmatinya,
dan kita memang sulit mendefinisikannya sebagai futur...

kita mungkin cuma semacam bosan,
atau sekedar ingin melongokkan kepala ke luar sana,
atau kita cuma kaget kecil-kecilan,
atau sedikit silau,atau bahkan sedikit lebih ringan daripada itu,
dan sulit bagi kita untuk menyebutnya futur...

atau kita cuma sedikit tersadarkan,
pada realitas keluarga kita,anak dan istri kita,rumah dan kendaraan kita,
sedikit tersadar akan realitas karir kita,atau sedikit menghitung-hitung realitas sosial kita,
dan tentu saja itu bukan futur...

bisa juga kita cuma sekedar melihat tikungan sejarah,
ada yang berbeda di depan sana,
dan kita semacam sedang sedikit membuat apresiasi,
atau (paling tidak) semacam antisipasi,tidak lebih dari itu,
(mungkin) itu juga bukan futur...

[taken from : sudahkah kita tarbiyah?]

***
semoga bisa jadi pengingat saat jiwa rapuh dan 'merasa' futur :'(

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ornamen Matahari

Salah satu contoh Ornamen Matahari di Lapangan Merdeka, Ambon (photo by clk7) Bagi yang pernah berkunjung atau tinggal di Maluku, pasti akrab dengan gambar dan corak seperti gambar di atas. Ya, ornamen tersebut mulai banyak digunakan pada beberapa bangunan maupun produk lokal Maluku, dengan beragam corak dan bentuk. Namun masih banyak orang, bahkan orang Maluku sendiri, yang belum mengetahui makna dan nilai filosofis yang terkandung di balik ornamen tersebut. Ornamen Matahari, dilambangkan sebagai simbol matahari yang di dalamnya memiliki makna simbolis keyakinan, pola pikir, norma, adat istiadat, dan tata nilai masyarakat Maluku, khususnya suku Alifuru di Pulau Seram.  Di masa lalu, ornamen matahari digunakan untuk tanda dekorasi pada tubuh pada saat upacara kakehan (ritual pemanggilan arwah), sesuai dengan latar belakang, kebudayaan, adat-istiadat dan tata kehidupan alam lingkungan, masyarakat Patasiwa Alifuru. Salah satu bukti bahwa ornamen ini sudah dikenal cukup lama...

Menuju Perut Besar (Gunung Lompobattang)

"Tuhan tidak mempercepat kematian dengan mendaki gunung, dan tidak memperlambat kematian dengan tidak mendaki gunung, Tuhan akan bersama orang-orang yang pemberani" [terpahat di suatu tugu memoriam menuju puncak Lompobattang] *** suatu jum'at bertanggal tiga belas. cerita bermula dari sakau mendaki yang menjadi-jadi, kejutan dari tamu tak diundang, hingga menunggu yang sangat membosankan. waktu terus berdetak dan menjelang gulita segalanya mulai berbalik menyenangkan. konsolidasi antara langit, bintang dan dingin malam itu sukses. saya bahagia! ya, esok hari saya akan kembali mengejar ujung-ujung langit. menuju satu titik lewat pijak payah dan lelah. berdiri sejajar awan, melihat bintang lebih dekat, bebas menghirup dalam-dalam udara tanpa polusi. sensasi luar biasa yang hanya bisa dirasakan ketika menapaki pasak-pasak bumi. ***

Pulau Kodingareng Keke

Bermula dari rasa rindu menatap laut lepas dan galau pengen menginjak pasir pantai, saya nekat merencanakan perjalanan lintas pulau bareng teman-teman. Kali ini cewek semua: kak Pipi, Abel, Awa, Lara, Athifah, Mitha, kak Nunu, Ayi, Nur, Uthy dan saya sendiri. Pokoknya bukan pulau yang jauh, jadi gak perlu menginap. Juga bukan pulau yang rame, biar bebas berekspresi. Dan dari hasil wawancara dan browsing sana-sini, akhirnya pulau Kodingareng Keke-lah yang ditetapkan menjadi destinasi perjalanan 'nekat' ini. Jam tujuh pagi, kami bersebelas janjian ngumpul di dermaga penyeberangan Kayu Bangkoa, sekitar pantai Losari. Untuk bisa sampai kempulau Kodinagreng Keke, kami harus menyewa kapal dari sini. Harga sewa kapal tergantung kesepakatan dengan pemiliknya. Kemampuan harus total kita keluarkan biar bisa dikasih harga murah. Untuk urusan ini, saya serahkan ke kak Pipi dan Mitha. Saya hanya membantu seperlunya. Oke, setelah proses tawar-menawar yang panjang karena pake adegan ...